Thursday, July 9, 2009

PERTANYAAN

“engga kok, biasa kali” hah, aku berbohong saja. Lebih baik begitu daripada dilihat engga enak sama orang-orang, lalu pelajaran dilanjutkan seperti biasa. Aku belajar dengan benar. Tidak ada lagi pikiran tentang Arhur. Hah, buat apa juga aku memikirkan dia. Dia masih anak baru disini.sedangkan aku sudah senior. 

Jam waktu pulang pun dating. Aku sudah terbiasa pulang sekolah menggunakan busway. Tapi aku harus melewati banyak koridor karena rumahku agak jauh. Ya kira-kira 15an koridor busway. Tapi aku sudah terbiasa. Buat apa juga aku memiliki supir kalau yang diantar jemput hanya aku saja. Menghabiskan uang saja.

Aku mulai berjalan ke bagian gerbang sekolah. Tapi, ternyata sedang hujan. Mana aku harus berjalan cukup jauh menuju koridor busway. Hah, aku pasti bawa payung. Kuacak-acak tasku. Ternyata percuma, mau kuacak-acak sampai si penjaga gerbang jenggotan payungnya tidak bakal ada. Yasudah aku kembali ke dalam sekolah saja. Ada akses internet kok di perpustakaan. 

Kembali masuk ke sekolah membuatku malas. Aku ingin cepat pulang bermain dengan Domba, kucingku yang lucu itu. Kunamai domba karena dia kucing Persia dengan bulu yang lebat seperti domba. Tapi dia bulunya lurus. Aku juga sudah mengantuk. Tapi kalau main internet pasti aku segar kembali. Aku mulai membuka facebook dan chatting lewat msn. Tak terasa sudah 2 jam. Aku pulang jam 2 dan sekarang sudah jam 4. aku harus cepat pulang.

Wah, ternyata sekolah sudah sepi. Hanya ada anak-anak futsal yang baru selesai bermain futsal. Sial, hujan masih deras. Aku harus apa? Koridornya jauh sekali. Mana hujannya hujan angin. Kalau aku hujan-hujanan nanti sakit tapi besok ada ulangan matematika. Kalau nanti ada pohon tumbang lalu aku tertimpa. Kalau aku meminjam payung juga percuma. Nanti aku malah kesambet petir. 

“Shelly?” siapa yang memanggilku?
“A-Arthur?” oh tidak aku jadi memikirkannya lagi. Ternyata Arthur ikut futsal. 
“bukannya seharusnya anak perempuan sudah pulang dari tadi? Hari ini kan eksulnya hanya futsal? Right?”
“oh, aku seharusnya naik busway, tapi hujan lalu aku bermain internet di perpustakaan. Lalu saat aku kembali hujannya malah tambah deras. Ya, aku harus menunggu sampai hujannya selesai.”
“tapi sekolah tutup jam setengah 5, dan sekarang sudah jam 4. kamu mau ikut denganku?”
“oh, tidak, engga, engga perlu repot-repot. Rumahku harus belok ke kiri. Aku yakin rumahmu belok kanan. Dan rumahku jauh sekali.”
“maksudku aku tidak mengantar ke rumahmu. Kamu ikut ke rumahku, terus nanti kamu dijemput dirumahku.”
“Apa? Ibuku yang menjemputku. Mana mungkin dia bisa. Ah, eh”
“ya, nanti kutelepon ibumu. Tidak mungkin kan aku membiarkan anak perempuan menunggu hujan deras kencang seperti ini berhenti untuk pulang sedangkan aku bisa membantu?”
“ah, iya, makasih” 

Apa? Aku ikut kerumahnya? Apa kata ibuku nanti. Ah, biarlah, aku memiliki alasan yang kuat. Dan Domba pasti bisa menumpahkan whiskas sendiri dari atas kandangnya. Mobilnya langsung dating. Mobilnya bagus, mewah, seperti limosin. Atau aku saja yang jarang naik mobil bagus jadi sehari-hari aku hanya memakai mobil Honda city. Sehingga mobil seperti ini saja aku norak. Oh tidak mobilnya memang bagus. Mercedess s class.

Dalamnya jok dibungkus kulit berwarna coklat muda. Dashboardnya memiliki warna senada dengan joknya. Wanginya pun enak, wangi kayu-kayu cendana. Aku pernah mencium kayu cendana dari souvenir pernikahan teman ibuku. Sopirnya berseragam tidak biasa. Memakai jas serba lengkap seperti di kerajaan dongeng.

Oh, aku tidak boleh berkhayal lagi. Tenryata membaca dongeng terlalu banyak dapat membuat halusinasi tinggi. Seharusnya dibelakang buku dongeng diberi tulisan seperti di bungkus rokok. Aku duduk dibelakang bersama Arthur. Wangi tubuhnya juga haru. Seperti parfum pria yang mahal. Baunya keras tapi tidak menyengat. Mengalir indah memasuki paru-paruku yang dipenuhi bau air hujan.

Rumahnya tak terlalu jauh. Aku sudah sampai, mulutku tak bisa bergerak. Rumahnya besar mewah seperti tempat transit raja. Besar, ya sama saja seperti rumah di sekelilingnya. Tapi modelnya seperti kastil mini. Seperti kastil Cinderella. Sudahlah, seperti kata Meghan aku memang dreaming girl. 

“ini rumahku” Arthur turun dari mobil. Tasnya dibawakan oleh supirnya. Pintunya dibukakan juga. Aku baru sadar ternyata sepanjang perjalanan aku membisu berkhayal berhalusinasi kemana-mana. Ah aku memang bodoh dan lugu. Aku menghambur keluar mobil dengan kasar. Sedangkan Arthur terlihat sangat luwes menghambur keluar dari mobil.

Aku masih diam saja. Pintu dibukakan dengan lebar. Oh my god, luas sekali ruang tamunya. Ini mubkin bukan ruang tamu. Mungkin ini lobby hotel. Ah aku memang norak. Suara pelan air yang mengalir memenuhi telingaku. Rumah ini banyak orang berseragam. Lantainya marmer licin mengkilat berwarna coklat. Langit-langitnya tingi sekali. Dindingnya seperti lukisan. Seperti mahakarya pelukis hebat.

Dengan memandang lurus panjang kedepan aku bisa melihat tangga besar melingkar. Kanan kiri ada jalan-jalan besar. Disini ruangannya sejuk walaupun aku tidak menemukan ac. Penjaga pintu tersenyum ramah kepadaku. Foto keluarganya terpampang besar di sudut kanan kir. Menggunakan baju ala kerajaan. Berfoto layaknya keluarga kerajaan. 

Ayahnya berjenggot panjang. Badannya gendut besar. Rambutnya sudah membotak di bagian atas. Mahkota besar menghiasi rambutnya yang botak. Ibunya cantik sekali, seperti memancarkan aura kecantikan. Rambutnya bergelombang coklat. Disamprikan ke bahu. Menggunakan mahkota kecil berlapis emas sepertinya. Dengan berlian-berlian menghiasi. Bajunya gaun mewah. Sungguh mewah.

Arthur juga sangat ganteng. Menggunakan mahkota hamper mirip dengan ayahnya namun berukuran lebih kecil. Bajunya kemeja yang juga hampir sama dengan ayahnya. Namun warnanya biru sedangkan ayahnya hijau. Bajunya menggunakan vest dipenuhi berlian. Berwarna abu-abu. Ayahnya duduk di singgasana ibunya berdiri disamping kirinya. Memegang singgasana. Arthur berdiri di bagian kiri memegang pedang yang dimasukkan ditempat pedang yang disimpan dibagian kiri celana.

 Aku mulai membuka mulut. Ingin bertanya yang aneh-aneh. Aku benar-benar harus bertanya apakah dia bangsawan atau bukan. Aku yakin pasti ada sesuatu yang aneh disini. 

“Arthur?” tanyaku pelan.
“Ya? Kenapa? Tidak masalahkan aku membawamu kesini? Ibumu bisa menjemput kan? Kalau tidak supirku juga bisa mengantarmu. Tapi tidak dengan mobil seperti tadi. Mobilnya biasa. Hanya nissan serena. Tidak masalahkan?”
“ah, tidak, tidak, ibuku bisa menjemput kalau kau bisa memberitahu. Tapi ibuku sangat buta arah. Dia sepertinya tidak pernah ke lingkungan sini. Ah, mungkin kau bisa mengantarku kembali ke rumah?”
“oh, ya, itu urusan mudah.”
“tapi, bukan itu yang ingin kutanyakan. Ah, maaf ya, tapi mungkin pertanyaanku ini agak aneh.” Entah mengapa Arthur tidak menjawab dia malah berwajah seperti ingin muntah. Aku harus bertanya.
“Arthur kau bukan pangeran kan?” sekali lagi wajahnya seperti ingin muntah.
“Arthur kau baik-baik saja kan?”
“yayaya, aku baik-baik saja. Tapi mungkin aku bisa membawamu ke rumah sekarang. Ibuku ah, eh. Bukan ah sopirku bisa mengantarmu kapan saja. Sepertinya kau harus pulang”
“tidak jawab saja dahulu pertanyaanku. Sejak aku melihatmu rasanya asing sekali. Aku ini memang maniak buku cerita dongeng. Jadi aku sering berhalusinasi. Tapi sejak melihatmu aku merasa. Kau tidak sama, kau seperti pangeran. Kau bukan pangeran kan?”

“y-y-ya yabukanlah. Dengan alasan apa kau bisa mengira seperti itu?” Arthur menjawab dengan gelagapan. Aku hanya bertanya seperti itu tapi mengapa rasanya dia begitu merasa aneh. Aku hanya bertanya. Kalau memang bukan pangeran seharusnya dia bersikap biasa.
“Tapi, aku aneh dengan foto keluargamu itu” aku menunjuk foto yang dari tadi kupelototi. Aneh, memang aneh.
“Apa yang aneh?” suaranya mulai meringan. Seperti sudah menemukan ide dan alas an untuk berkelit.
“keluargamu bagaikan keluarga raja. Baju, latar belakang suasana, wajah.”
“itu, hanya foto di studio. Ayo kuantar kau pulang”
“tunggu, tunggu, bukannya aku lancang. Aku merasa kau berbohong. Kau menyembunyikan sesuatu. Ditanya seperti itu saja kau sudah aneh. Makanya kau tidak ingin aku berputar rumah lebih jauh. Kau ingin aku cepat pulang. Kau merahasiakan sesuatu dariku. Kau, kau, kau, kau pangeran. Ya, aku tahu dan yakin sekarang, kau pangeran! “

0 comments:

Post a Comment